Manajemen Risiko Pada Perbankan Syariah
(Business
Lounge – Risk Management) Perkembangan perbankan syariah mengalami pertumbuhan
yang pesat khususnya sepanjang tiga dekade terakhir ini, baik di dunia
internasional maupun di Indonesia. Pada era modern ini, perbankan syariah telah
menjadi fenomena global, termasuk di negara-negara yang tidak berpenduduk
mayoritas muslim. Berikut kami sampaikan tulisan bersambung mengenai manajemen
resiko untuk perbankan Syariah.
Perkembangan
Perbankan Syariah
Berdasarkan
prediksi McKinsey tahun 2008 total aset pasar perbankan syariah global pada
tahun 2006 mencapai 0,75 miliar dolar AS. Diperkirakan pada tahun 2010 total
aset mencapai satu miliar dolar AS. Tingkat pertumbuhan 100 bank syariah
terbesar di dunia mencapai 27 persen per tahun dibandingkan dengan tingkat
pertumbuhan 100 bank konvensional terbesar yang hanya mencapai 19 persen per
tahun. Bank syariah di Indonesia, juga diyakini akan terus tumbuh dan
berkembang. Harapan tersebut memberikan suatu optimisme karena memang
penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini mengalami pertumbuhan
pesat.
Profil
Risiko Perbankan Syariah
Manajemen
risiko merupakan unsur penting yang penerapannya sangat perlu diperhatikan,
khususnya pada Bank sebagai salah satu lembaga keuangan (financial institution)
.Penyusunan kerangka kerja, struktur dan perangkat yang efektif untuk memonitor
risiko dengan menggunakan pendekatan Enterprise Risk Management (ERM) telah dimulai
di tahun 2007.Selama 2007, pekerjaan besar telah diselesaikan dalam
mengidentifikasi risk event dan merencanakan skenario untuk meningkatkan
efektivitas Bank dalam kemampuannya menanggapi potensi atau terjadinya risk
event.
Secara
umum, risiko yang dihadapi perbankan syariah merupakan risiko yang relatif sama
sama dengan yang dihadapi bank konvensional. Namun selain itu, bank syariah
juga menghadapi risiko yang memiliki keunikan tersendiri, karena harus
mengikuti prinsip-prinsip syariah.Risiko kredit, risiko pasar, risiko
operasional dan risiko likuiditas harus dihadapi bank syariah.Risiko unik ini
muncul karena isi neraca bank syariah berbeda dengan bank konvensional. Dalam
hal ini pola bagi hasil yang dilakukan bank syari’ah menambah kemungkinan munculnya
risiko-risiko lain. Seperti withdrawal risk, fiduciary risk, dan displaced
commercial risk merupakan contoh risiko unik yang harus dihadapi bank syariah.
Dalam
konteks penerapan manajemen risiko, pedoman yang dijalankan selama ini,
sebagian besar didisain untuk bank-bank konvensional.Padahal pemain dalam
bisnis perbankan dunia dan nasional tidak hanya bank konvensional, tetapi juga
telah diramaikan oleh bank dengan prinsip syariah yang jumlahnya terus
meningkat dari tahun ke tahun.Maka bagaimana penerapan manajemen risiko pada
bank-bank syariah? Seperti juga bank konvensional, kerangka manajemen risiko
dapat membantu bank syariah mengurangi eksposur terhadap risiko dan
meningkatkan daya saing di pasar. Bank syariah harus mampu untuk menerapkan
manajemen risiko yang komprehensif untuk melakukan identifikasi, pengukuran,
pengawasan, pengelolaan, pelaporan, dan pengendalian berbagai jenis risiko.
Risio-risiko
perbankan pada umumnya dibandingkan dengan bank syariah, mengacu pada Bab II
pasal 4 butir 1 PBI No. 5/8/PBI/2003 antara lain sebagai berikut:
1. Risiko Kredit
(credit risk)
Adalah
risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak memenuhi kewajibannya.Pada
bank umum, pembiayaan disebut pinjaman, sementara di bank syariah disebut
pembiayaan, sedangkan untuk balas jasa yang diberikan atau diterima pada bank
umum berupa bunga (interest loan atau deposit) dalam persentase yang sudah
ditentukan sebelumnya.Pada bank syariah, tingkat balas jasa terukur oleh sistem
bagi hasil dari usaha.Selain itu, persyaratan pengajuan kredit pada perbankan
syariah lebih ketat dari perbankan konvensional sehingga risiko kredit dari
perbankan syariah lebih kecil dari perbankan konvensional.
Oleh
sebab itu pada sisi kredit, dalam aturan syariah, bank bertindak sebagai
penjual, sementara nasabah sebagai pembeli murabahah.
Dengan
demikian debitor yang dinilai tidak cacat hukum dan kegiatan usahanya berjalan
baik akan mendapat prioritas. Oleh sebab itu, risiko bank syariah sebetulnya
lebih kecil dibanding bank konvensional. Bank syariah tidak akan mengalami
negative spread, karena dari dana yang dikucurkan untuk pembiayaan akan
diperoleh pendapatan, bukan bunga seperti di bank biasa.
2. Risiko Pasar
Risiko
yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki
oleh bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar antara lain adalah suku
bunga dan nilai tukar. Pada perbankan syariah tidak terdapat risiko pasar
dikarenakan perbankan syariah tidak melandaskan operasionalnya berdasar risiko
pasar.
3. Risiko Likuiditas
Risiko
antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh
tempo. Bank memiliki dua sumber utama bagi likuiditasnya, yaitu aset dan
liabilitas.Apabila bank menahan aset seperti surat-surat berharga yang dapat
dijual untuk memenuhi kebutuhan dananya, maka resiko likuiditasnya bisa lebih
rendah. Sementara menahan aset dalam bentuk surat- surat berharga membatasi
pendapatan, karena tidak dapat memperoleh tingkat penghasilan yang lebih tinggi
dibandingkan pembiayaan.
Faktor
kuncinya adalah bank tidak dapat leluasa memaksimumkan pendapatan karena adanya
desakan kebutuhan likuiditas.Oleh karena itu bank harus memperhatikan jumlah
likuiditas yang tepat. Terlalu banyak likuiditas akan mengorbankan tingkat
pendapatan dan terlalu sedikit akan berpotensi untuk meminjam dana dengan harga
yang tidak dapat diketahui sebelumnya, yang akan berakibat meningkatnya biaya
dan akhirnya menurunkan profitabilitas.
Pada
bank syariah, dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara
titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional
dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti
kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya,
akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah
membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan
pengendapan dana.
Karena
pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak
memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan,
maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya
setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, di
dalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan
banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.
4. Resiko Operasional
(operational risk)
Menurut
definisi Basle Committe, resiko operasional adalah resiko akibat dari kurangnya
sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan
kerugian yang tidak diharapkan. Resiko ini lebih dekat dengan keasalahan
manusiawi (human error), adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya
proses internal, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi
operasional bank. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara bank syariah
dan bank konvensional terkait dengan risiko operasional .
5. Risiko Hukum
Risiko
yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis
antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan
perundang-undangan yang mendukung atau lemahnya perikatan seperti tidak
terpenuhinya syarat sahnya kontrak. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan
antara bank syariah dan bank konvensional terkait dengan risiko hukum.
6. Risiko Reputasi
Risiko
yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan
usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank. Tidak ada perbedaan yang cukup
signifikan antara bank syariah dan bank konvensional terkait dengan risiko
reputasi.
7. Risiko Stratejik
Risiko
yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang
tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang
responsifnya bank terhadap perubahan eksternal. Tidak ada perbedaan yang cukup
signifikan antara bank syariah dan bank konvensional terkait dengan risiko
stratejik.
8. Risiko Kepatuhan
Risiko
yang disebabkan bank tidak memenuhi atau tidak melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Tidak ada perbedaan yang
cukup signifikan antara bank syariah dan bank konvensional terkait dengan
risiko kepatuhan.
Kritik dan syaran tehadap resiko Manajemen Perbankan
Syariah:
Kritik:
1.
Apakah
fungsi manajemen resiko dalam perbankan syariah?
2.
Apakah
peran manajemen resiko itu sangat penting terhadap penglolaan dana?
3.
Ada
atau tidak peran resiko manajemen perbankan tehadap nasabah?
Saran:
Definisi Manajemen Risiko adalah sebagai rangkaian prosedur
dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank.Risiko Pembiayaan dapat
diminimalkan dengan melakukan manajemen risiko secara baik. Manajemen Risiko
ini dapat diawali dengan melakukan penyaringan (screening) terhadap calon
nasabah dan proyek yang akan dibiayai. Jika pembiayan telah direalisasikan,
pengendalian risiko pembiayaan dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan
(treatment) yang sesuai dengan karakter nasabah maupun proyek.
0 comments:
Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.
1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Pastikan untuk klik "Berlangganan Lewat Email" untuk membangun kreatifitas blog ini
3. Jika Anda memiliki masalah cek dulu komentar, mungkin Anda akan menemukan solusi di sana.
4. Jangan Tambah Link ke tubuh komentar Anda karena saya memakai system link exchange
5. Dilarang menyebarluaskan artikel tanpa persetujuan dari saya.
Bila anda senang dengan artikel ini silahkan Join To Blog atau berlangganan geratis Artikel dari blog ini. Pergunakan fasilitas diatas untuk mempermudah anda. Bila ada masalah dalam penulisan artikel ini silahkan kontak saya melalui komentar atau share sesuai dengan artikel diatas.
Post a Comment