A.
Al-kafalah
berasal dari kata كفل ــُـ (menanggung) merupakan jaminan yang diberikan oleh
penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua
atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan
tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab
orang lain sebagai penjamin. Pada dasarnya akad kafalah merupakan bentuk
pertanggungan yang biasa dijalankan oleh perusahaan.
B.
Landasan Syari'ah
Dasar hukum untuk akad kafalah ini dapat
dilihat di dalam al-Qur'an, al-Sunnah dan kesepakatan para ulama, sebagai
berikut
1. Al-QUR’AN
Allah SWT. berfirman:
"Penyeru-penyeru itu berkata "Kami kehilangan piala raja, dan siapa
yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta,
dan aku menjamin terhadapnya."( surat Yusuf (12): 72)
2. AS-SUNNAH
Jabir r.a. menceritakan: “Seorang laki-laki
telah meninggal dunia dan kami telah memandikannya dengan bersih kemudian kami
kafani, lalu kami bawa kepada Rasulullah SAW. Kami bertanya kepada beliau:
"Apakah Rasulullah akan menshalatkannnya?". Rasulullah bertanya:
“Apakah ia mempunyai hutang?". Kami menjuwab: "Ya, dua dinar."
Rasulullah kemudian pergi dari situ. Berkatalah Abu Qatadah : "Dua dinar
itu tanggung jawabku." Karenanya, Rasulullah SAW. bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah menunaikan hak orang yang memberi hutang dan si
mayit akan terlepas dari tanggung jawabnya." Rasulullah lalu
menshalatkannya. Pada keesokan harinya beliau bertanya kepada Abu Qatadah
tentang dua dinar itu dan dijelaskan, bahwa ia telah melunasinya. Rasulullah
SAW. bersabda: "Sekarang kulitnya telah sejuk." (H.R. Bukhari).
Rasulullah SAW. bersabda: "Hutang itu
harus ditunaikan, dan orang yang menanggung itu harus membayarnya." (H.R.
Abu Daud dan Tirmidzi dan dishakhihkan oleh Ibnu Hibban).
C. IJMA’
ULAMA
Para ulama madzhab membolehkan akad kafalah
ini. Orang-orang Islam pada masa Nubuwwah mempraktekkan hal ini bahkan sampai
saat ini, tanpa ada sanggahan dari seorang ulama-pun. Kebolehan akad kafalah
dalam Islam juga didasarkan pada kebutuhkan manusia dan sekaligus untuk
menegaskan madharat bagi orang-orang yang berhutang .
a. Rukun
Dan Syarat Kafalah
Adapun rukun
kafalah sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa lileratur fikih terdiri
atas:
1.
Pihak penjamin/penanggung (kafil), dengan syarat baligh (dewasa), berakal
sehat, berhak penuh melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya, dan rela
(ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
2.
Pihak yang berhutang (makful 'anhu 'ashil), dengan syarat sanggup menyerahkan
tanggungannya (piutang) kepada penjamin dan dikenal oleh penjamin.|
3.
Pihak yang berpiutang (makful lahu), dengan syarat diketahui identitasnya,
dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa, dan berakal sehat.
4.
Obyek jaminan (makful bih), merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang
(ashil), baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan, bisa dilaksanakan oleh
pejamin, harus merupakan piutang mengikat (luzim) yang tidak mungkin hapus
kecuali setelah dibayar atau dibebaskan, harus jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya,
tidak bertentangan dengan syari'ah (diharamkan).
b. Macam-macam
Orang Yang Dapat Ditanggung
Mengenai siapa orang-orang yang dapat
ditanggung, para ulama fikih menyatakan, bahwa pada dasarnya setiap orang dapat
menerima jaminan/tanggungan tersebut. Mereka hanya berbeda pendapat mengenai
orang yang sudah wafat (mati) yang tidak meninggalkan harta warisan. Menurut
pendapat Imam Malik dan Syafi'i, hal yang demikian boleh ditanggung. Alasannya
adalah dengan berpedoman pada Hadis tersebut di atas tentang ketidaksediaan
Nabi SAW. menshalatkan jenazah karena meninggalkan sejumlah hutang. Sedangkan
Imam Hanafi menyatakan tidak boleh, dengan alasan bahwa tanggungan tersebut
tidak berkaitan sama sekali dengan orang yang tidak ada. Berbeda halnya dengan
orang yang pailit[1].
Jumhur fuqaha' juga berpendapat tentang
bolehnya memberikan tanggungan kepada orang yang dipenjara atau orang yang
sedang dalam keadaan musafir. Tetapi Imam Abu Hanifah tidak membolehkannya.
c. Obyek
Tanggungan
Mengenai obyek tanggungan, menurut sebagian
besar ulama fikih, adalah harta. Hal ini didasarkan kepada Hadis Nabi SAW:
“Penanggung itu menanggung kerugian.” Sehubungan dengan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh penanggung adalah berupa harta, maka hal ini dikategorikan
menjadi tiga hal, sebagai berikut:
1.
Tanggungan dengan hutang, yaitu kewajiban membayar hutang yang menjadi
tanggungan orang lain. Dalam masalah tanggungan hutang, disyaratkan bahwa
hendaknya, nilai barang tersebut tetap pada waktu terjadinya transaksi
tanggungan/jaminan dan bahwa barangnya diketahui, karena apabila tidak
diketahui, maka dikhawatirkan akan terjadi gharar.
2.
Tanggungan dengan materi, yaitu kewajiban menyerahkan materi tertentu yang
berada di tangan orang lain. Jika berbentuk bukan jaminan seperti 'ariyah
(pinjaman) atau wadi 'ah (titipan), maka kafalah tidak sah.
3.
Kafalah dengan harta, yaitu jaminan yang diberikan oleh seorang penjual kepada
pembeli karena adanya risiko yang mungkin timbul dari barang yang dijual-
belikan.
D.
Macam-macam Kafalah[2]
1.
Kafalah bi al-mal, adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang.
Bentuk kafalah ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk memberikan
jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan/fee tertentu.
2. Kafalah bi
an-nafs, adalah jaminan diri dari si penjamin. Dalam hal ini, bank dapat
bertindak sebagai Juridical Personality yang dapat memberikan jaminan
untuk tujuan tertentu.
3.
Kafalah bi at-taslim, adalah jaminan yang diberikan untuk menjamin pengembalian
barang sewaan pada saat masa sewanya berakhir. Jenis pemberian jaminan ini
dapat dilaksanakan oleh bank untuk keperluan nasabahnya dalam bentuk kerjasama
dengan perusahaan, leasing company. Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa
deposito/tabungan, dan pihak bank diperbolehkan memungut uang jasa/fee
kepada nasabah tersebut.
4.
Kafalah al-munjazah, adalah jaminan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu dan
untuk tujuan/kepentingan tertentu. Dalam dunia perbankan, kafalah model ini
dikenal dengan bentuk performance bond (jaminan prestasi).
5.
Kafalah al-mu’allaqah, Bentuk kafalah ini merupakan penyederhanaan dari kafalah
al-munjazah, di mana jaminan dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan tujuan
tertentu pula.
E. Upah
Atas Jasa Kafalah
Adiwarman A. Karim memberikan keterangan tentang
upah atas jasa kafalah ini yang ia kemukakan dengan mengawali sebuah
pertanyaan: "Bolehkah si penjamin mengambil upah atas jasanya itu?"
Kemudian ia menjelaskan bahwa, ulama kontemporer, seperti Mustafa Abdullah
al-Hamsyari yang mengutip pendapat Imam Syafi'i, berpandangan bahwa pemberian
uang (fee) kepada orang yang ditugaskan untuk mengadukan suatu masalah kepada
raja tidak dapat dianggap sebagai uang sogok (riswah), tetapi dianggap sebagai
upah (ju'alah), dan hukumnya sebagai ganjaran lelah atau biaya perjalanannya.
Ulama lain, Abdu al-Sai' al-Misri mengatakan, bahwa seorang penanggung/penjamin
haruslah mendapatkan upah sesuai dengan pekerjaannya sebagai penjamin. Pendapat
ini membuka peluang dimasukkannya pertimbangan besarnya risiko yang dipikul
oleh si penjamin dalam memperhitungkan upahnya[3].
F.
Akibat-akibat Hukum Kafalah
Apabila orang yang ditanggung tidak ada (pergi
atau menghilang), maka kafil berkewajiban menjamin sepenuhnya. Dan ia tidak
dapat keluar dari kafalah, kecuali dengan jalan memenuhi hutang yang menjadi
beban 'ashil (orang yang ditanggung). Atau dengan jalan, bahwa orang memberikan
pinjaman (hutang) -dalam hal ini bank- menyatakan bebas untuk kafil, atau ia
mengundurkan diri dari kafalah. la berhak mengundurkan diri, karena memang itu
haknya.
Adapun yang
menjadi hak orang/bank (sebagai makful lahu) menfasakh akad kafalah dari
pihaknya. Karena hak menfasakh ini adalah hak makful lahu. Dalam hal orang yang
ditanggung melarikan diri, sedangkan ia tidak mengetahui tempatnya, maka si
penanggung tidak wajib mendatangkannya, tetapi apabila ia mengetahui tempatnya,
maka ia wajib mendatangkannya, dan si penanggung diberikan waktu yang cukup
untuk keperluan tersebut.
G.
Penerapan Kafalah Dalam Perbankan Syariah
Sebagaimana dimaklumi, bahwa kafalah (bank
garansi) adalah jaminan yang diberikan bank atas permintaan nasabah untuk
memenuhi kewajibannya kepada pihak lain apabila nasabah yang bersangkutan tidak
memenuhi kewajibannya.
BG merupakan
fasilitas non dana ( Non Funded Facility ) yang diberikan Bank
berdasarkan akad Kafalah bil Ujrah. Bank akan menerbitkan BG sejumlah nilai
tertentu yang dipersyaratkan oleh pihak penerima jaminan yang merupakan
klien/mitra bisnis/ counter part dari Nasabah Bank untuk kepentingan
transaksi / proyek tertentu yang akan dijalankan oleh Nasabah Bank.
Penggunaan dan
macam Bank Garansi
-
Diberikan kepada pemborong atau kontraktor untuk mengerjakan proyek
-
Diberikan untuk menjamin pembayaran (dapat berupa Standby L/C )
Sedangkan Bank
Garansi yang umum digunakan dalam rangka proyek, untuk mendukung usaha
konstruksi, adalah:
- Bid Bond / Tender Bond atau
jaminan saat mengikuti tender
- Advance Payment Bond atau jaminan uang muka
- Performance Bond atau jaminan pelaksanaan selama
masa konstruksi
- Retention Bond atau jaminan pemeliharaan pasca
konstruksi
Bank dalam
pemberian garansi ini, biasanya meminta setoran jaminan sejumlah tertentu
(sebagian atau seluruhnya) dari total nilai obyek yang dijaminkan. Di samping
itu, bank memungut biaya sebagai ju'alah dan biaya administrasi.
#############################################################################
1. Pengertian Kafalah
Kafalah (jaminan/garansi) memiliki
beberapa istilah dalam bahasa arab yg memiliki makna yg sama yaitu al-dhamanah,
hamalah dan za’aamah. Menurut istilah, kafilah adalah jaminan yg diberikan oleh
kafil (penanggung) kepada pihak ketiga atas kewajiban yg harus ditunaikan pihak
kedua (tertanggung),atau kafalah dalam hal ini adalah suatu bentuk perbuatan
menolong orang lain dengan cara menjamin seseorang yg berhutang, yang tidak
mampu membayarnya dihadapan pemberi hutang, baik dengan harta atau dirinya
sendiri.
Ada empat unsure kafalah yaitu al-
kafil (penjamin, al-sil (yang berhutang), al-makful lahu (yang member utang,
yang mendapat jaminan), dan al-makful bih (yang dipertanggungkan).
2. Dasar Hukum Kafalah
Dasar hukum untuk akad member
kepercayaan ini dapat dipelajari dalam al-Qur’an pada yang mengisahkan Nabi
Yusuf sebagai berikut :
a. Al-Qur’an
Allah berfirman dalam Q.S Yusuf: 72
:
Artinya : “ Penyeru-penyeru itu
berseru, “kami kehilangan piala Raja, barangsiapa yang dapat mengembalikannya
akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya”(Q.S.
yusuf : 72)
b. Al-Hadits
Landasan Kafalah dipertegas dengan
hadits Rasulullah :
“Telah dihadapkan kepada Rasulullah
..(mayat seorang laki-laki untuk dishalatkan). Rasulullah bertanya “apakah dia
mempunyai warisan?” para sahabat menjawab “tidak” Rasulullah bertanya lagi,
“apakah dia mempunyai hutang? “sahabat menjawab “ya, sejumlah tiga dinar”
Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau
sendiri tidak). Lalu abu Qatadah berkata : “saya menjamin hutangnya ya
Rasulullah” maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut, (HR. Bukhari no.
2127, kitab al-hawalah).
Disamping itu, hadits Rasulullah
yang menjadi dasar hukum kafalah adalah “Pinjaman hendaklah dikembalikan dan
yang menjamin hendaklah membayar.” (HR. Abu Dawud). Kafalah ini bermanfaat bagi
orang yang memiliki kewajiban tetapi tidak sanggup atau ada factor-faktor yang
membuatnya tidak dapat memenuhi kewajibannya itu maka dapat diambil alih oleh
orang lain untuk menjaminnya.
3. Rukun dan Syarat Kafalah
Menurut madzhab Hanafi bahwa rukun
kafalah ada satu yaitu ijab dan qabul. Sedangkan menurut para ulama lainnya,
bahwa rukun dan syarat al-kafalah adalah sebagai berikut:
a) Dhamin, kafil atau Zai’im, yaitu
orang yg menjamin, dimana ia disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah
membelanjakan harta (mahjur) dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
b) Makful lahu atau disebut juga
dengan madmun lah, yaitu orang yang berpiutang atau orang yang memberi utang,
syaratnya orang yang berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin.
c) Makful ‘anhu atau disebut juga
dengan madmun’anhu adalah orang yang berutang.
d) Makful bih atau madmun bih adalah
utang, barang atau orang, disyaratkan pada makful bih dapat diketahui dan tetap
keadaanya, baik sudah tetap atau akan tetap.
e) Lafadz, disyaratkan keadaan
lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu atau tidak
sementara.
4. Jenis-Jenis Kafalah
Secara umum Kafalah dibagi menjadi
dua bagian, yaitu Kafalah dengan jiwa dan kafalah dengan harta. Kafalah
dengan jiwa dikenal pula dengan kafalah bil wajhi, yaitu adanya kesediaan pihak
penjamin (al-kafil) untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia
janjikan tanggungan (Makful-lah) atau sebagian ulama al-sil. Sebagian ulama membenarkan
adanya kafalah jiwa (kafalah bil wajh), dengan alas an bahwa Rasulullah SAW
pernah menjamin urusan tuduhan. Namun menurut Ibnu Hazm, hadits yang
menceritakan tentang penjamin Rasulullah SAW pada masa tuduhan bathil, karena
hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibrahim bin Khaitsam bin Arrak, dia adalah
dha’if dan tidak boleh diambil periwayatannya.
Kafalah yang kedua adalah kafalah
harta, yaitu kewajiban yang mesti yang ditunaikan oleh dhamin atau kafil dengan
pembayaran (pemenuhan) berupa harta. Kafalah harta ada 3 macam.
a)
Kafalah bi al dayn, yaitu kewajiban membayar utang yang menjadi beban orang
lain. Dalam hadits salamah bin akwa disebutkan bahwa Nabi Saw tidak mau
menshalatkan jenazah yang mempunyai kewajiban hutang. Dalam kafalah utang disyaratkan
sebagai berikut :
- Utang tersebut bersifat mengikat/ tetap (mustaqir) pada
waktu terjadinya transaksi jaminan, seperti utang qiradh, upah dan mahar.
Sementara abu Hanifah, malik bin abu Yusuf berpendapat boleh menjamin
suatu utang yang belum mengikat (ghairu mustaqir).
- Hendaklah barang yang dijamin diketahhui. Menurut
madzhab syafi’I dan Ibnu Hazm, seseorang tidak sah menjamin barang yang
tidak diketahui, sebab perbuatan tersebut adalah gharar, sementara Abu
Hanifah, Malik dan Ahmad berpendapat bahwa seseorang boleh menjamin
sesuatu yang tidak diketahui.
b)
Kafalah dengan penyerahan bend, yaitu kewajiban menyerahkan benda-benda
tertentu yang ada ditangan orang lain, seperti mengembalikan barang yang
dighasah dan menyerahkan barang jualan kepada pembeli. Dalam hal ini
disyaratkan materi yang dijamin tersebut adalah untuk ashil seperti dalam kasus
ghasah. Namun bila bukan berbentuk jaminan, maka kafalah batal.
c)
Kafalah dengan aib, maksudnya adalah jaminan bahwa jika barang yang dijual ternyata
mengandung cacat, karena waktu yg terlalu lama atauhal-hal lainnya, maka
penjamin (pembawa barang) bersedia memberi jaminan kepada penjual untuk
memenuhi kepentingan pembeli (mengganti barang yang cacat tersebut).
5. Jenis Kafalah dalam praktik
perbankan
a. Kafalah bin Nafs
Jenis kafalah ini merupakan akad
memberikan jaminan atas diri (personel guarantee). Sebagai contoh dalam praktik
perbankan untuk kafalah ini yaitu seorang nasabah yang mendapat pembiayaan
dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat.
Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apapaun tetapi bank berharap
tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai
mengalami kesulitan.
b. Kafalah bil Maal
Kafalah ini merrupakan jaminan
pembayaran barang atau pelunasasn utang.
c. Kafalah Bit taslim
Jenis kafalah ini biasa dilakukan
untuk menjamin pengembalian atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa
berakhir.Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk
kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan penyewwaan
(leasing company). Jaminan pembayaran bagi bagi bank dapat berupa
deposito/tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa/fee kepada nasabah itu.
d. Kafalah al Munazah
Kafalah al Munzah ini adalah jaminan
mutlak yang tidk dibatasi oleh jangka dan untuk kepentingan/tujuan tertentu..
Salah satu bentuk kafalah al munazah
adalah pemberian jaminan dalam bentuk performance Bonds (jaminan prestasi),
suatu hal yg lazim dikalangan perbankan dan hal ini sesuai dengan bentuk akad
ini.
e. Kafalah al Muallaqah
Bentuk jaminan ini merupakan
penyederhanaan dari kafalah al munazah, baik oleh industry perbankan maupun
asuransi.
Sumber :
- Ensiklopedia Islam
- Bank Syariah bagi Bankir &
Praktisi Keuangan. M. Syafi’I Antonio. Hal. 191
0 comments:
Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.
1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Pastikan untuk klik "Berlangganan Lewat Email" untuk membangun kreatifitas blog ini
3. Jika Anda memiliki masalah cek dulu komentar, mungkin Anda akan menemukan solusi di sana.
4. Jangan Tambah Link ke tubuh komentar Anda karena saya memakai system link exchange
5. Dilarang menyebarluaskan artikel tanpa persetujuan dari saya.
Bila anda senang dengan artikel ini silahkan Join To Blog atau berlangganan geratis Artikel dari blog ini. Pergunakan fasilitas diatas untuk mempermudah anda. Bila ada masalah dalam penulisan artikel ini silahkan kontak saya melalui komentar atau share sesuai dengan artikel diatas.
Post a Comment