Translate this page

Sunday, May 12, 2013

MAKALAH ANALISIS KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF SISWA DALAM MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN




BAB I




PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi dan informasi pada saat ini tidak dapat dipungkiri merupakan buah dari kemampuan berpikir kreatif manusia. Manusia yang dibekali akal, budi,dan karsa menciptakan perubahan-perubahan terhadap pengetahuan yang ada dan mengimplementasikannya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Kemampuan berfikir manusia juga didorong keinginan untuk hidup yang lebih baik dan sejahtera di tengah kondisi lingkungan yang semakin terbatas. Sumber daya alam yang semakin berkurang,jumlah penduduk yang semakin bertambah,dan kompleksitas masalah social merupakan tantangan untuk lebih kreatif menyiasatinya. Kondisi ini akan selalu dan pasti dihadapi manusia yang ada dan tinggal di bumi. Untuk itu diperlukan kemampuan berpikir kreatif menghadapi dan mengatasinya.
Upaya mendorong kemampuan berpikir kreatif sebagai bekal hidup menghadapi tuntutan,perubahan dan perkembangan zaman lazimnya melalui pendidikan yang berkualitas. Semua bidang pendidikan tanpa terkecuali pendidikan matematika harus memulai dan mengarahkan pada tujuan itu. Pendidikan tersebut vmengantarkan dan mengarahkan anak didik menjadi pembelajar ayng berkualitas dan kreatif. Keluaran akhir dari harapan ini  akan terwujud bila proses di kelas melalui pembelajaran memberi kesempatan bagi sisaw atau peserta didik mengembangkan potensi-potensinya untuk berfikir kreatif.
Namun kenyataanya pembelajaran matematika di kelas masih banyak yang menekankan pemahaman siswa tanpa melibatkan kemampuan berfikir kreatif. Siswa tidak diberi kesempatan menemukan jawaban ataupun cara yang berbeda dari yang sudah diajarkan guru. Guru sering membiarkan siswa tidak mengkonstruksi pendapat atau pemahamannya sendiri terhadap konsep matematika. Dengan demikian, siswa tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir kreatifnya. Padahal, pada Peraturan Menteri No. 22 tahun 2006 tentang standart isi  untuk satuan Pendidikan Dasar da Menengah menyebutkan bahwa Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik (siswa) mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Karena peraturan menteri tersebut merupakan dasar untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), maka pembelajaran matematika di sekolah perlu mengembangkan strategi-strategi pembelajaran yang mendorong kemampuan berfikir kreatif tersebut. Selain itu kemampuan berpikir kreatif diperlukan dalam menghadapi masalah sehari-hari. Perkaembangan informasi dan teknologi tidak lepas dari kemampuan berpikir kreatif manusia. Dengan demikian semua bidang atau mata pelajaran termasuk matematika, perlu mengembangkan model maupun strategi pembelajaran yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.
Berpikir kreatif jarang ditekankan pada pembelajaran matematika karena model pembelajaran yang diterapkan cenderung berorentasi pada pengembangan pemikiran analitis dengan masalah-masalah yang rutin. Model pembelajaran matematika yang khusus berorientasi pada upaya pengembangan berpikir kreatif matematis jarang ditemukan. Guru di sekolah lebih mengajarkan matematika secara hafalan dengan menggunakan masalah rutin. Ada 6 alasan mengapa pembelajaran matematika perlu menekankan pada kreativitas, yaitu: (1) matematika begitu kompleks dan luas untuk diajarkan dengan hafalan, (2) siswa dapat menemukan solusi-solusi yang asli(original) saat memecahkan masalah, (3) guru perlu merespon kontribusi siswa yang asli dan  mengejutkan(surprised) (4) pembelajaran matematika dengan hafalan dan masalah rutin membuat siswa tidak termotivasi dan mengurangi kemampuannya. (5) keaslian merupakan sesuatu yang perlu diajarkan, seperti membuat pembuktian asli dari teorema- teorema, (6) kehidupan nyata sehari-hari memerlukan matematika,masalah sehari –hari bukan hal rutin yang memerlukan kreativitas dalam menyeleseikannya.
Orientasi pembelajaran matematika saat ini diupanyakan lebih menekankan pada pengajaran keterampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu berpkir kritis dan berpikir kreatif. Kedua aspek berpikir itu merupakan suatu kesatuan. Berpikir kreatif dalam matematika diartikan sebagai kombinasi berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Tuntutan hasil pendidikan termasuk matematika dapat diterapkan dalam kehidupan atau mendukung kecakapan hidup (life skill). Kemampuan berfikir kreatif tidak hanya meningkatkan kecakapan akademik, tetapi juga kecakapan personal (kesadaran diri dan keterampilan berpikir) dan social.
Kenyataan di lapangan, perangkat pembelajaran yang menekankan berpikir kreatif dalam matematika tidak tersedia. Buku siswa atau LKS yang ada (digunakan di sekolah) cenderung menekankan  pada penguasaan konsep dengan tidak memberikan kebebasan siswa berpikir secara mandiri dan kreatif. Adanya sumber belajar yang demikian tidak mendorong pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa di kelas, sehingga diperlukan adanya perangkat yang mendukung.
Motivasi dan kemampuan guru dalam mengajar untuk mendorong kreativitas atau kemampuan berpikir kreatif siswa masih belum memadai. Hal tersebut berdasar anggapan bahwa mengajarkan berfikir kreatif menuntut siswa menyeleseikan masalah yang kompleks, padahal untuk masalah yang umum saja tidak semua siswa dapat menyelesaikan. Anggapan lain bahwa soal yang divergen untuk mendorong munculnya kemampuan bervikir kreatif terlalu sulit bagi siswa. Padahal kenyataanya, soal yang umum atau mudah(rutin) dapat dimodovikasi atau dikreasi menjadi soal(masalah) yang divergen dan mengantar berfikir kreatif siswa. Oleh karena itu keberadaan model atau perangkat pembelajaran matematika dapat memotivasi dan mengarahkan pembelajaran matematika yang beririentasi pada peningkatan kemampuan berpikir kreatif.
Salah satu model yang mungkin adalah melalui pengajuan masalah (problem posing) dan pemecahan masalah (problem solving). Pengajuan masalah dalam pembelajaran intinya meminta siswa untuk mengajukan soal atau masalah sendiri berdasar topic yang luas, soal yang sudah dipecahkan ataua informasi tertentu yang diberikan guru kepada siswa. Soal yang diberikan tersebut kemudian dipecahkan sendiri. Pengajuan masalah matematika secara tersendiri merupakan kegiatan yang mendorong kemampuan berpikir kreatif, juga pemecahan masalah matematika. Hubungan kreativitas (sebagai produk berfikir kreatif) tidak berada pada pengajuan masalah tersendiri tetapi berada pada saling pengaruh antara pemecahan masalah dan pengajuan masalah. Oleh karena itu perlu dikembangkan model yang melibatkan kedua aktivitas tersebut untuk meningkatkan kemapuan berpikir kreatif siswa dalam belajar matematika.
Berdasarkan uraian tersebut penulis berusaha mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika dengan menggunakan model pembelajaran matematika berbasis pengajuan dan pemecahan masalah.

B. FOKUS PENELITIAN
Dari uraian di atas fokus penelitian dalam hal ini yaitu:
1. Apakah penggunaan pembelajaran matematika berbasis pengajuan dan pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa?
2. Seberapakah tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika?

C. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan fokus penelitian di atas, tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui tingkat keefektifan penggunaan model pembelajaran matematika berbasis pengajuan dan pemecahan masalah dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
2. Mengetahui tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika.


D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan acuan guru/tenaga pendidik dalam pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis pengajuan dan pemecahan masalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa dan mengetahui tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa.



























BAB II




KAJIA PUSTAKA


A. KREATIVITAS
Dalam membahas berpikir kreatif tidak akan lepas dari istilah kreativitas yang lebih umum dan banyak dikaji para ahli bahkan memberikan indikasi bahwa berpikir kreatif sama dengan kreativitas itu sendiri.
Taylor dan Baron (dalam Shouksmith, 1979) menyebut 4 aspek berbeda dalam mengkaji kreativitas, yaitu :
1. Produk kreatif
2. Proses kreatif
3. Pengembangan alat ukur kreativitas
4. Karakteristik personalitas dan motivasi orang kreatif
Mooney (dalam shouksmith, 1979) membedakan 4 pendekatan dalam membahas kreativitas, yaitu produk yang yang diciptakan(the product created), proses penciptaan(the process of creating), individu pencipta(Mooney (dalam shouksmith, 1979) membedakan 4 pendekatan dalam membahas kreativitas, yaitu produk yang yang diciptakan(the product created), proses penciptaan(the process of creating), individu pencipta(the person of the creator), dan lingkungan yang menjadi asal penciptaan(the environment in which creating come about). Pembagian ini tidak berarti pemisahan yang lepas satu dengan yang lainnya,tetapi member penekanan pada satu aspek tertentu misalkan pada produk saja. Penekanan ini masih terkait dengan aspek yang lain. Isaksen (2003) menggambarkan 4 bidang kreativitas dalam diagram venn untuk menekankan sifat hubungan keempatnya(lihat gambar 2.1). Isaksen menjelaskan bahwa apabila keempat pendekatan itu digunakan secar bersama, maka akan diperoleh keuntungan yang sangat besar dalam meninjau kreativitas. Dengan kata lain, tinjauan kreativitas semakin lengkap dan menyeluruh.

Pendekatan untuk memahami kreativitas


    Individu proses
    Karakteristik                        operasi-operasi
     Orang                                  performa

Produk konteks
Manfaat iklim,budaya
                                     (outcome) dorongan


Gambar 2.1 hubungan pendekatan kreativitas


Hubungan pendekatan pada gambar 2.1 memberi kesan bahwa dapat terjadi kreativitas hanya ditinjau dari satu sisi saja,seperti individu saja atau produk saja. Kenyataannya, banyak ahli yang tidak melepaskan keterkaitan antara keempat pendekatan tersebut, meskipun tidak keseluruhan pendekatan itu dipenuhi semua.
Untuk memfokuskan kajian , banyak ahli yang menekankan pad satu definisi tertentu. Definisi kreativitas yang menekankan produk, misalkan Hurlock(1999) menyebutkan “kreativitas menekankan pembuatan suatu produk yang baru dan berbeda; kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Ia dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang hasilnya tidak hanya perangkuman. Ia mungkin mencakup pembentukan pola baru dan gabungan informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya dan pencangkokan hubungan lama kesituasi baru dan mungkin mencakup pembentukan hubungan baru. Ia harus mempunyai maksud atau tujuan yang ditentukan, bukan fantasi semata.
Pengertian kreativitas yang menekankan aspek pribadi dijelaskan oleh Stenberg(dalam Munandar 1999) yang disebut “three faced model of creativity” , yaitu “kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara 3 atribut psikologi, yakni intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi”. Definisi yang menekankan factor pendorong atau dorongan secara internal dikemukakan Simpson(dalam Munandar, 1999a) bahwa kemampuan kreatif merupakan sebuah inisiatif seseorang yang diwujudkan oleh kemampuannya untuk mendobrak pemikiran yang biasa. Kreativitas tidak berkembang dalam budaya yang terlalu menekankan konformitas dan tradisi, dan kurang terbuka terhadap perubahan atau perkembangan baru. Definisi yang menekankan pada prose, misalnya Welsch (dalam Isaksen 2003) menjelaskan :” Kreativitas adalah sebuah proses pembuatan produk-produk dengan menstranformasi produk-produk yang sudah ada. Produk-produk
Tersebut secara nyata maupun tidak kasat mata harus unik(baru) hanya bagi penciptanya, dan harus memenuhi criteria tujuan dan nilai yang ditentukan oleh penciptanya. Dalam devinisi yang disebutkan di atas terdapat komponen yang sama yaitu menghasilkan sesuatu yang “baru” atau memperhatikan kebaruan. Matlin(1998) juga menyimpulkan hal yang sama, tetapi menurutnya itu saja tidak cukup. Haruslah praktis dan berguna. “Baru” tidak berarti dulu atau sebelumnya tidak ada, tetapi dapat berupa sesuatu yang belum dikenal sebelumnya atau gabungan-gabungan(kombinasi) sesuatu yang sudah dikenal sebelumnya yang memenuhi criteria tujuan dan nilai tertentu. Aspek praktis dari suatu kreativitas tertentu bergantung pada bidang penerapan kreativitas itu sendiri.
Kreativitas matematika menurut Krutestkii(1976) ditunjukkan sebagai berikut:
“Bahwa kemampuan- kemampuan kreatif sekolah berhubungan pada suatu penguasaan kreatif mandiri(independent) matematika di bawah pengajaran rumit (uncomplicated), penemuan cara-cara dan sarana dari penyeleseian masalah, penemuan bukti-bukti teorema, pendeduksian mandiri rumus-rumus dan penemuan metode-metode asli penyeleseian masalah non standar. Semua itu tidak diragukan ragi adalah suatu manivestasi dari kreativitas matematis. Penjelasan Krutetskii menunjukkan bahwa kreativitas matematika sekolah merupakan bagian dari kreativitas matematika yang meliputi formulasi masalah matematis, pemecahan masalah,penemuan bukti-bukti teorema,atau deduksi struktur matematis. Kreativitas matematika sekolah dapat berupa formulasi(pengajuan) masalah matematis yang tidak rumit,penemuan cara-cara penyeleseian suatu masalah,pembuktian teorema atau penurunan rumus-rumus. Karena disesuaikan dengan lingkup sekolah dan sesuai dengan pendapat krutetskii, maka kreativitas ditekankan pada pemecahan masalah dan pengajuan masalah matematika.

B. BERPIKIR KREATIF
Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Ruggiero (1998) mengartikan berpikir sebagai suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan (fulfill a desire to understand). Pendapat ini menunjukkan bahwa ketika seseorang merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan suatu aktivitas berpikir.
Berpikir sebagai suatu kemampuan mental seseorang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Berpikir logis dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir siswa untuk menarik kesimpulan yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan itu benar (valid) sesuai dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui. Berpikir analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memerinci, dan menganalisis informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasar perasaan atau tebakan. Berpikir sistematis adalah kemampuan berpikir siswa untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas sesuai dengan urutan, tahapan, langkah-langkah, atau perencanaan yang tepat, efektif, dan efesien. Ketiga jenis berpikir tersebut saling berkaitan. Seseorang untuk dapat dikatakan berpikir sistematis, maka ia perlu berpikir secara analitis untuk memahami informasi yang digunakan. Kemudian, untuk dapat berpikir analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil kesimpulan terhadap suatu situasi.
Berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan perwujudan dari berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). Berpikir kritis dapat dipandang sebagai kemampuan berpikir siswa untuk membandingkan dua atau lebih informasi, misalkan informasi yang diterima dari luar dengan informasi yang dimiliki. Bila terdapat perbedaan atau persamaan, maka ia akan mengajukan pertanyaan atau komentar dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan. Berpikir kritis sering dikaitkan dengan berpikir kreatif.
Evans (1991) menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan (conections) yang terus menerus (kontinu), sehingga ditemukan kombinasi yang “benar” atau sampai seseorang itu menyerah. Asosiasi kreatif terjadi melalui kemiripan-kemiripan sesuatu atau melalui pemikiran analogis. Asosasi ide-ide membentuk ide-ide baru. Jadi, berpikir kreatif mengabaikan hubungan-hubungan yang sudah mapan, dan menciptakan hubungan-hubungan tersendiri. Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif merupakan kegiatan mental untuk menemukan suatu kombinasi yang belum dikenal sebelumnya.
Berpikir kreatif dapat juga dipandang sebagai suatu proses yang digunakan ketika seorang individu mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru. Ide baru tersebut merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan (Infinite Innovation Ltd, 2001). Pengertian ini lebih menfokuskan pada proses individu untuk memunculkan ide baru yang merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum diwujudkan atau masih dalam pemikiran. Pengertian berpikir kreatif ini ditandai adanya ide baru yang dimunculkan sebagai hasil dari proses berpikir tersebut.
Berdasar pendapat-pendapat tersebut, maka berpikir kreatif dapat diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seorang untuk membangun ide atau gagasan yang baru.
Dalam memandang kaitan antara berpikir kreatif dan berpikir kritis terdapat dua pandangan. Pertama memandang berpikir kreatif bersifat intuitif yang berbeda dengan berpikir kritis (analitis) yang didasarkan pada logika, dan kedua memandang berpikir kreatif merupakan kombinasi berpikir yang analitis dan intuitif. Berpikir yang intuitif artinya berpikir untuk mendapatkan sesuatu dengan menggunakan naluri atau perasaan (feelings) yang tiba-tiba (insight) tanpa berdasar fakta-fakta yang umum. Pandangan pertama cenderung dipengaruhi oleh pandangan terhadap dikotomi otak kanan dan otak kiri yang mempunyai fungsi berbeda, sedang pandangan kedua melihat dua belahan otak bekerja secara sinergis bersama-sama yang tidak terpisah.
De Bono (dalam Barak dan Doppelt, 2000) membedakan antara 2 tipe berpikir, yaitu berpikir lateral dan berpikir vertikal. Berpikir lateral mengacu pada penemuan petunjuk-petunjuk baru dalam mencari ide-ide, sedang berpikir vertikal berhadapan dengan perkembangan ide-ide dan pemeriksaannya terhadap suatu kriteria objektif. Pemikiran vertikal adalah selektif dan berurutan yang bergerak hanya jika terdapat suatu petunjuk dalam gerakannya. Pemikiran lateral adalah generatif yang dapat meloncat dan bergerak agar dapat membangun suatu petunjuk baru. Pemikiran lateral tidak harus benar pada setiap langkah dan tidak menggunakan kategori-kategori, klasifikasi atau label-label yang tetap. Pemikiran vertikal memilih pendekatan-pendekatan yang sangat menjanjikan pada suatu masalah selama pemikiran lateral membangun banyak alternatif pendekatan. Berpikir kreatif merupakan suatu sintesis antara berpikir lateral dan vertikal yang saling melengkapi. Pengertian ini menyebutkan bahwa dalam berpikir kreatif melibatkan berpikir logis ataupun analitis sekaligus intuitif, seperti pada pandangan kedua dalam pengertian berpikir kreatif.

C. BERPIKIR KREATIF DALAM MATEMATIKA
Berpikir kreatif dalam matematika mengacu pada pengertian berpikir kreatif secara umum. Bishop (dalam Pehkonen, 1997) menjelaskan bahwa seseorang memerlukan 2 model berpikir berbeda yang komplementer dalam matematika, yaitu berpikir kreatif yang bersifat intuitif dan berpikir analitik yang bersifat logis. Pandangan ini lebih melihat berpikir kreatif sebagai suatu pemikiran yang intuitif daripada yang logis. Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif tidak didasarkan pada pemikiran yang logis tetapi lebih sebagai pemikiran yang tiba-tiba muncul, tak terduga, dan di luar kebiasaan.
Pehkonen (1997) memandang berpikir kreatif sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam suatu praktik pemecahan masalah, maka pemikiran divergen yang intuitif menghasilkan banyak ide. Hal ini akan berguna dalam menemukan penyelesaiannya. Pengertian ini menjelaskan bahwa berpikir kreatif memperhatikan berpikir logis maupun intuitif untuk menghasilkan ide-ide. Pandangan ini lebih mengarah pada pandangan kedua dalam pengertian berpikir kreatif.
Dalam tulisan ini berpikir kreatif dipandang sebagai satu kesatuan atau kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru tersebut merupakan salah satu indikasi dari berpikir kreatif dalam matematika. Indikasi yang lain dikaitkan dengan kemampuan berpikir logis dan berpikir divergen.
Untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif seseorang ditunjukkan melalui produk pemikiran atau kreativitasnya menghasilkan sesuatu yang “baru”. Munandar (1999) menunjukkan indikasi berpikir kreatif dalam definisinya bahwa “kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman jawaban”. Pengertian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif seseorang makin tinggi, jika ia mampu menunjukkan banyak kemungkinan jawaban pada suatu masalah. Semua jawaban itu harus sesuai dengan masalah dan tepat. Selain itu jawaban harus bervariasi. Misalkan anak diminta memikirkan penggunaan yang tidak lazim dari benda sehari-hari. Sebagai contoh “sapu ijuk”. Jika jawaban anak menyebut: untuk memukul ayam, main kuda-kudaan, untuk membuat rambut boneka, untuk menyumbat lubang, untuk menyaring air, atau membuat hiasan. Jawaban itu menunjukkan variasi atau keberagaman. Jika ia menyebut untuk membersihkan lantai, menyapu halaman, membersihkan langit-langit, atau mengambil sampah, maka jawaban tersebut tidak menunjukkan variasi meskipun banyak, karena semua menyangkut sapu ijuk untuk membersihkan sesuatu.
Olson (1996) menjelaskan bahwa untuk tujuan riset mengenai berpikir kreatif, kreativitas (sebagai produk berpikir kreatif) sering dianggap terdiri dari dua unsur, yaitu kefasihan dan keluwesan (fleksibilitas). Kefasihan ditunjukkan dengan kemampuan menghasilkan sejumlah besar gagasan pemecahan masalah secara lancar dan cepat. Keluwesan mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu masalah. Indikasi kemampuan berpikir kreatif ini sama dengan Munandar (1999) tidak menunjukan secara tegas kriteria “baru” sebagai sesuatu yang tidak ada sebelumnya. “Baru” lebih ditunjukkan dari keberagaman (variasi) atau perbedaan gagasan yang dihasilkan.
Dalam penerapannya, kriteria itu berkembang dan sesuai dengan bidang kajian (lingkup) dari kemampuan berpikir kreatif itu. Krutetskii (1976) mengutip gagasan Shaw dan Simon memberikan indikasi berpikir kreatif, yaitu (1) produk aktivitas mental mempunyai sifat kebaruan (novelty) dan bernilai baik secara subjektif maupun objektif; (2) proses berpikir juga baru, yaitu memerlukan suatu transformasi ide-ide yang diterima sebelum maupun penolakannya; (3) proses berpikir dikarakterisasikan oleh adanya motivasi yang kuat dan kestabilan, yang teramati pada periode waktu yang lama atau dengan intensitas yang tinggi . Pendapat ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif dari segi produk didasarkan pada kebaruan dan nilai produk tersebut. Selain itu, dari segi proses ditunjukkan dengan kebaruan transformasi ide-ide dan adanya motivasi yang kuat.
Haylock (1997) mengatakan bahwa berpikir kreatif hampir dianggap selalu melibatkan fleksibilitas. Bahkan Krutetskii (1976) mengidentifikasi bahwa fleksibilitas dari proses mental sebagai suatu komponen kunci kemampuan kreatif matematis pada siswa-siswa. Haylock (1997) menunjukkan kriteria sesuai tipe Tes Torrance dalam kreativitas (produk berpikir kreatif), yaitu kefasihan artinya banyaknya respons (tanggapan) yang dapat diterima atau sesuai, fleksibilitas artinya banyaknya jenis respons yang berbeda, dan keaslian artinya kejarangan tanggapan (respons) dalam kaitan dengan sebuah kelompok pasangannya. Haylock (1997) mengatakan bahwa dalam konteks matematika, kriteria kefasihan tampak kurang berguna dibanding dengan fleksibilitas.
Contoh, jika siswa diminta untuk membuat soal yang nilainya 5, siswa mungkin memulai dengan 6-1, 7-2, 8-3, dan seterusnya. Nilai siswa tersebut tinggi, tetapi tidak menunjukkan kreativitas. Fleksibilitas menekankan juga pada banyaknya ide-ide berbeda yang digunakan. Jadi dalam matematika untuk menilai produk divergensi dapat menggunakan kriteria fleksibilitas dan keaslian. Kriteria lain adalah kelayakan (appropriateness). Respons matematis mungkin menunjukkan keaslian yang tinggi, tetapi tidak berguna jika tidak sesuai dalam kriteria matematis umumnya. Contoh, untuk menjawab , seorang siswa menjawab 4. Meskipun menunjukkan keaslian yang tinggi tetapi jawaban tersebut salah. Jadi, berdasar beberapa pendapat itu kemampuan berpikir kreatif dapat ditunjukkan dari fleksibilitas, kefasihan, keaslian, kelayakan atau kegunaan. Indikator ini dapat disederhanakan atau dipadukan dengan melihat kesamaan pengertiannya menjadi fleksibilitas, kefasihan, dan keaslian. Kelayakan atau kegunaan tercakup dalam ketiga aspek tersebut.
Silver (1997) menjelaskan bahwa untuk menilai kemampuan berpikir kreatif anak-anak dan orang dewasa sering digunakan “The Torrance Tests of Creative Thinking (TTCT)”. Tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas menggunakan TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas dan kebaruan (novelty). Kefasihan mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespons sebuah perintah. Fleksibilitas tampak pada perubahan-perubahan pendekatan ketika merespons perintah. Kebaruan merupakan keaslian ide yang dibuat dalam merespons perintah. Dalam masing-masing komponen, apabila respons perintah disyaratkan harus sesuai, tepat atau berguna dengan perintah yang diinginkan, maka indikator kelayakan, kegunaan atau bernilai berpikir kreatif sudah dipenuhi. Indikator keaslian dapat ditunjukkan atau merupakan bagian dari kebaruan. Jadi indikator atau komponen berpikir itu dapat meliputi kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan.

D. TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
Guilford (dalam The, 2003) mengemukakan 2 asumsi dalam berpikir kreatif, yaitu pertama setiap orang dapat kreatif sampai sustu derajat tertentu dalam suatu cara tertentu. Kedua kemampuan berpikir kreatif merupakan keterampilan yang dapat dipelajari. Jadi masing-masing orang mempunyai derajat kreativitas yang berbeda-beda dan mempunyai cara tersendiri untuk mewujudkan kreativitasnya. The (2003) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kreatif seseorang dapat ditingkatkan dengan memahami prosess berpikir kreatifnya dan berbagai factor yang mempengaruhi, serta melalui latihan yang tepat. Pengertian ini menunjukkan bahwa kemampuan kreatif seseorang bertahap(berjenjang) dan dapat ditingkatkan dari satu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi. Cara tersebut dengan memahami proses berpikir kreatif dan factor-faktornya, serta melalui latihan.
Hurlock(1990) juga mengatakan bahwa kreativitas memiliki brabagai tingkatan seperti halnya pada tingkat kecerdasan. Karana kreativitas merupakan perwujudan dari berpikir kreatif, maka berpikir kreatif juga mempunyai tingkatan.
Guilford (dalam Isaksen, 1987 ) mengatakan bahwa kretaivitas merupakankarakteristik yang sangat menonjol dari orang –orang kreatif. Kemampuan kreatif menentukan seseorang berada pada suatu tingkat perilaku kreatif tertentu. Pola kreatif dimanifestasikan dalam perilaku kreatif, termasuk kegiatan- kegiatan menemukan (inventing), merancang(designing), membuat(contriving), menyusun(composing), dan merencanakan(planning) . seseorang yang menunjukkan perilaku- perilaku ini pada suatu derajat tertentu dikenal sebagai seorang yang kreatif. Pendapat ni menggaambarkan bahwa individu mempunyai derajat(tingkat) kreatif yang ditunjukkan denagn perilaku sebagaimana dikatakan sebagai orang kreatif.
De Bono (dalam Barrak & Doppelt,2000) mendefinisikan 4 tingkat pencapaian dari perkembangan keterampilan berpikir kreatif, yaitu kesadaran berpikir, observasi berpikir, strategi berpikir dan refleksi pemikiran. Tingkat 1 merupakan tingkat rendah, karena hanya mengekspresikan terutama kesadaran siswa terhadap keperluan menyeleseikan tugasnya saja. Tingkat 2 menunjukkan berpikir kratif yang lebih tinggi karena siswa harus menunjukkan bagaimana mereka mengamati sebuah implikasi pilihannya,,, seperti penggunaan komponen- komponen khusus atau algoritma- algoritma pemrograman. Tingkat 3 merupakan tingkat yang lebih tinggi berikutnya karena siswa harus memilih suatu strategi dan mengkoordinasikan bermacam-macam penjelasan dalam tugasnya. Mereka harus memutuskan bagaimana menyajikan urutan tindakan atau kondisi-kondisi logis dari sistem tindakan. Tingkat 4 merupakan tingkat tertinggi karena siswa harus menguji sifat-sifat produk final meeembandingkan dengan sekumpulan tujuan. Menjelaskan simpulan terhadap keberhasilan atau kesulitan selama proses pengembangan, dan memberi saran untuk meningkatkan perencanaan dan proses kontruksi. Tingkat kemampuan berpikir kreatif ini menggambarkan secara umum strategi berpikir tidak hanya dalam matematika. Barak daan Doppelt mengembangkan criteria tingkat berpikir berdasar ide ini untuk tugas portopolio siswa. Tingkat ini tidak menunjukkan aspek atau cirri berpikir dalam matematika, sehingga akan sulit atau tidak operasional dalam pembelajarn matematika.
Gotoh (2004) mengungkapkan penjenjangan kemampuan berpikir matematis dalam memecahkan masalah terdiri tiga tingkat yang dinamakan aktivitas empiris(informal), algoritma (formal), dan Konstruktif(kreatif).
Siswono (2008) merumuskan tingkat kemampuan berpikir kreatif dalam matematika, seperti pada table berikut.
Tingkat Karakteristik
Tingkat 4
(Sangat kreatif) Siswa mampu menunjukkan kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan atau fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah.
Tingkat 3
(kreatif) Siswa mampu menunjukkan kefasihan dan kebaruan atau kefasihan dan fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah.
Tingkat 2
(cukup kreatif) Siswa mampu menunjukkan kebaruan atau fleksibilitas dalam memecahklan maupun mengajukan masalah.
Tingkat 1
(kurang kreatif) Siswa mampu menunjukkan kefasihan dalam memecahklan maupun mengajukan masalah
Tingkat 0
(tidak kreatif) Siswa tidak mampu menunjukkan  ketiga aspek indicator berpikir kreatif.


E. PEMECAHAN MASALAH DAN PENGAJUAN MASALAH
Dalam usaha mendorong berpikir kreatif dalam matematika digunakan konsep masalah dalam suatu situasi tugas. Guru meminta siswa menghubungkan informasi-informasi yang diketahui dan informasi tugas yang harus dikerjakan, sehingga tugas itu merupakan hal baru bagi siswa (Pehkonen, 1997). Jika ia segera mengenal tindakan atau cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, maka tugas tersebut merupakan tugas rutin. Jika tidak, maka merupakan masalah baginya. Jadi konsep masalah tergantung pada waktu dan individu.
Pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi kemampuan memecahkan masalah, yaitu: (1) pengalaman awal, (2) latar belakang matematika, (3) keinginan dan motivasi, (4) struktur masalah. Dalam memecahkan masalah perlu keterampilan yang harus dimiliki, yaitu: (1) keterampilan empiris(perhitungan,pengukuran), (2)keterampilan aplikatif untuk menghadapi situasi yang umum(sering terjadi), (3) keterampilan berpikir untuk bekerja pada suatu situasi yang tidak biasa.
Langkah pemecahan masalah dijelaskan oleh Polya(1973) terdiri dari : (1)  memahami masalah, (2) membuat rencana penyeleseian, (3) menyeleseikan rencana penyeleseian, (4) memeriksa kembali.
Pemecahan masalah diajarkan dan secara eksplisit menjadi tujuan pembelajaran matematika dan tertuang dalam kurikulum matematika. Hal tersebut menurut Pehkonen (1997), karena pemecahan masalah memiliki manfaat, yaitu: (1) mengembangkan keterampilan kognitif secara umum, (2) mendorong kreativitas, (3) pemecahan masalah merupakan bagian dari proses aplikasi matematika, dan (4) memotivasi siswa untuk belajar matematika. Berdasar penjelasan tersebut, maka pemecahan masalah merupakan salah satu cara untuk mendorong kreativitas sebagai produk berpikir kreatif siswa.
Selain pemecahan masalah, pendekatan pengajuan masalah juga dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa. Pengajuan masalah dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran penalaran matematika(Silver,et.al, 1996). Pengajuan masalah intinya merupakan tugas kepada siswa untuk membuat atau merumuskan masalah sendiri yang kemudian dipecahkannya sendiri atau dipecahkan teman lainnya. Evans (1991) mengatakan bahwa formulasi masalah (problem formulation) dan pemecahan masalah menjadi tema-tema penting dalam penelitian kreativitas. Langkah pertama dalam aktivitas kreatif adalah menemukan (discovering) dan memformulasikan masalah sendiri. Kutipan itu menunjukan bahwa secara umum kemampuan berpikir kreatif dapat dikenali dengan memberikan tugas membuat suatu masalah atau tugas pengajuan masalah.
Dunlap (2001) menjelaskan bahwa pengajuan masalah sedikit berbeda dengan pemecahan masalah, tetapi masih merupakan suatu alat valid untuk mengajarkan berpikir matematis. Moses (dalam Dunlap, 2001) membicarakan berbagai cara yang dapat mendorong berpikir kreatif siswa menggunakan pengajuan masalah. Pertama, memodifikasi masalah-masalah dari buku teks. Kedua, menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang mempunyai jawaban ganda. Masalah yang hanya mempunyai jawaban tunggal tidak mendorong berpikir matematika dengan kreatif, siswa hanya menerapkan algoritma yang sudah diketahui.
Penelitian tentang berpikir kreatif dalam matematika telah dilakukan Leung (1997) yang melihat hubungan antara kreativitas verbal umum (general verbal creativity) dengan pengajuan masalah aritmetika. Penelitian bersifat kuantitatif menunjukkan bahwa subjek yang mempunyai kemampuan kreatif verbal lebih tinggi dalam kefasihan cenderung lebih fasih juga dalam pengajuan masalah dan subjek yang fleksibilitasnya tinggi dalam kreativitas verbal tidak pasti fleksibel dalam pengajuan masalah. Dalam penelitian itu tugas pengajuan masalah dipandang sebagai suatu tes berpikir kreatif, seperti Balka (Leung, 1997) yang menskor tugas pengajuan masalah menurut kefasihan, fleksibilitas dan keasliannya.
Silver (1997) menjelaskan hubungan kreativitas (produk berpikir kreatif) dengan pengajuan masalah dan pemecahan masalah. Menurutnya berdasar observasi, hubungan kreativitas terutama tidak hanya pada pengajuan masalah sendiri tetapi lebih kepada saling pengaruh antara pemecahan masalah dan pengajuan masalah. Keduanya, proses dan produk kegiatan itu dapat menentukan sebuah tingkat kreativitas dengan jelas. Dengan demikian, untuk melihat kemampuan atau tingkat berpikir kreatif tidak cukup dari pengajuan masalah saja, tetapi gabungan antara pemecahan masalah dan pengajuan masalah. Oleh karena itu, dalam pembelajaran keduanya perlu dimunculkan secara bersama-sama, atau bergantian.

F. PEMECAHAN DAN PENGAJUAN MASALAH DALAM BERPIKIR KREATIF
Pemecahan masalah relative lebih umum dari pada pengajuan masalah. Pemecahan masalah maupun pengajuan masalah secara tersendiri masing-masing dapat mendorong berpikir kreatif. Penelitian-penelitian dan pendapat-pendapat ahli banyak yang menunjukkan hal tersebut. Dengan demikian, apabila keduanya digabungkan, logikanya akan member hasil yang lebih efektif. Apalagi sebenarnya kedua aktifitas tersebut saling berhubungan, seperti dua buah sisi suatu koin.
Silver (1997) menjelaskan hubungan kreativitas(produk berpikir kreatif) dengan pengajuan masalah dan pemecahan masalah sebagai berikut.
As these observations suggest,the conection to creativity lies not so much in problem posingit self but rather than in interplay between problem posing and problem solving.
… Both the process and the product of this activity can be evaluated in order to determine the extent to which creativity is evident.
Kutipan ini menunjukkan bahwa berdasar observasi,hubungan kreativitas tidak banyak berada pada pengajuan masalah sendiri tetapi lebih kepada saling pengaruh antara pemecahan masalah dan pengajuan masalah. Keduanya proses dan produk kegiatan itu dapat menentukan sebuah tingkat(the extent) kreativitas dengan jelas. Dengan demikian, untuk melihat kemampuan atau tingkat berpikir kreatif tidak cukup dari pengajuan masalah saja,tetapi gabungan antara pemecahan masalah dan pengajuan masalah. Sehingga dalam penelitian ini pengajuan masalah(problem posing)merupakan bagian dari pemecahan masalah. Siswa setelah menyeleseikan masalah diminta untuk mengajukan soal-soal baru yang dapat berupa modifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diseleseikan untuk membuat soal yang baru. Pengajuan masalah ini bertipe pengajuan setelah solusi(post solution posing), seperti dalam silver dan Cai(1996).
Silver (1997) memberikan indicator untuk menilai kemampuan berpikir kreatif siswa(kefasihan,fleksibilitas,dan kebaruan)menggunakan pengajuan masalah dan pemecahan masalah. Hubungan tersebut dapat digambarkan dalam table berikut.
Pemecahan Masalah Komponen kreativitas Pengajuan Masalah
Siswa menyeleseikan masalah dengan bermacam-macam interpretasi,metode penyeleseian atau jawaban masalah

kefasihan Siswa banyak membuat masalah yang dapat dipecahkan
Siswa berbagi masalah yang diajukan
Siswa memecahkan masalah dalam satu cara, kemudian dengan menggunakan cara lain.
Siswa mendiskusikan berbagai metode penyeleseian




fleksibilitas Siswa mengajukan masalah yang memiliki cara penyeleseian berbeda-beda.
Siswa menggunakan pendekatan”what-if-not?” untuk mengajukan masalah.
Siswa memeriksa beberapa metode penyeleseian atau jawaban kemudianmembuat lainnya yang berbeda.

kebaruan Siswa memeriksa beberapa masalah yang diajukan, kemudian mengajukan suatu masalah yang berbeda./
Hubungan tersebut merupakan acuan untuk melihat kreativitas siswa dalam memecahkan masalah mengajukan soal(masalah) matematika. Ketiga kompponen untuk menilai berpikir kreatif dalam matematika tersebut meninjau hal yang berbeda dan saling berdiri sendiri,sehingga siswa atau individu dengan kemampuan dan latar belakang berbeda akan mempunyai kemampuan yang berbeda pula sesuai tingkat kemampuan ataupun pengaruh lingkungannya.

G. PENELITIAN YANG RELEVAN
Siswono (2004) meneliti tentang kreativitas siswa di kelas 1 SMP dalam mengajukan masalah matematikayang informasinya berupa teks atau gambar. Hasil analisis data tugas pengajuan masalah(TPM) dari kelompok penelitian menunjukkan bahwa siswa cenderung berada pada kelompok”kurang kreatif”, artinya memenuhi salah satu atau dua criteria produk kreatif yaitu kebaruan,kefasihan atau fleksibilitas. Hal ini terjadi karena siswa cenderung merasa data pada TPM sudah cukup,sehingga tidak ada penambahan data yang diharapkan muncul dari data imajinasinya,seperti muncul konsep dan konteks yang berbeda dari tiap soal.
Hasil penelitian lainnya (siswono,2005) tentang upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa melaui pengajuan masalah dalam menyeleseikan masalah tentang garis sudut di kelas VII SMPN 6 Sidoarjo menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa meningkat seiring dengan kemampuan pengajuan masalah.
Penelitian siswono & Novitasari(2007) tentang kemampuan berpikir kreatif melalui pemecahan masalah tipe “What’s Another Way” menunjukkan kemampuan berpikir kreatif siswa meningkat.
Siswono & Budayasa(2006) mengembangkan karakteristik tingkat berpikir kreatif melalui pemecahan daan pengajuan masalah yang terdiri dari 5 tingkat, yaitu tingkat 4(sangat kreatif), tingkat 3(kreatif), tingkat 2(cukup kreatif), tingkat 1(kurang kreatif), dan tingkat 0(tidak kreatif). Tingkat tersebut dalam aplikasinya berguna untuk memprediksi maupun klasifikasi kemampuan siswa dalam berpikir kreatif matematis,enjadi acuan atau patokan penilaian(asesmen), dan dapat sebagai pedoman untuk mengidentivikasi kelemahan dan kekuatan siswa dalam berpikir kreatif siswa saat belajar matematika.
Hasil yang sudah dicapai dalam penelitian awal (studi pendahuluan) merupakan bahan(teori dan pengalaman) untuk pengembangan modek pembelajan matematika berbasis pengajuan dan pemecahan masalah dalam pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika. Hasil penelitian yang sudah dilakukan itu meskipun menggunakan subyek siswa SMP,tetapi tidak hanya berlaku untuk siswa tingkat tersebut. Artinya hasil penelitian itu dapat diterapkan pada siswa setingkat sekolah dasar. Hal tersebut karena kemampuan berpikir kreatif tidak bergantung pada tingkat sekolaah dan konsep/materi yang dipelajari pada tingkat tersebut. Berpikir kreatif lebih merupakan suatu keterampilan berpikir seseorang dalam memecahkan atau mengajukan suatu masalah yang relevan menurut dirinya sendiri.

H. KERANGKA BERPIKIR
Analisa Penggunaan model pebelajaran matematika berbasis pengajuan dan pemecahan masalah diharapkan dapat  mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran matematika.












BAB III





METODE PENELITIAN
A. DESAIN PENELITIAN
Peneliti dalam penelitian ini mengunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah mendiskripsikasn suatu kejadian (focus penelitian) melalui pengamatan dan data yang ada di lokasi penelitian. Dalam penelitian kualitatif memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan dari focus penelitian.

B. KEHADIRAN PENELITI
Kedudukan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis data, penafsir data. Perencanaan maksudnya peneliti sudah membuat rencana yang sudah matang atau bisa disebut sudah terjadwal. Baik merencanakan kegiatan penelitian, waktu penelitian, biaya penelitian. Peneliti sebagai pengumpul data maksudnya peneliti terjun langsung dalam pelaksanaan penelitian sehingga peneliti mendapatkan data dari sumber penelitian. Peneliti kemudian mengolah data yang diperoleh dilapangan dengan teknik analisis data (penafsir data).

C. LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini diadakan di SMP Negeri 1 Ngunut dengan memperhitungkan:
1. Peraturan sekolah yang sangat ketat.
2. Input siswa yang bagus.
3. Output siswa yang bagus.
4. Guru – guru banyak yang berprestasi.

D. TAHAP-TAHAP PENELITIAN
Adapun tahap – tahap penelitian yang dilakukan peneliti adalah:
1. Tahap pra – lapangan
Dalam tahap pra – lapangan peneliti melakukan:
a. Menyusun rancangan penelitian misalnya membuat jadwal penelitian     meliputi tes, wawancara, observasi,
b. Mengurus perizinan
c. Menyiapkan perlengkapan penelitian.
2. Tahap pekerjaan lapangan
Dalam tahap pekerjaaan lapangan peneliti langsung mengadakan pelaksanaan penelitian di SMP Negeri 1 Ngunut. Peneliti harus bisa menyusuwaikan diri dengan lingkungan tempat penelitian. Peneliti harus bisa menjaga hubungan baik dengan lingkungan sekolah agar penelitian bisa berjalan lancar.
Kemudian tugas peneliti selanjutnya melaksanakan penelitian. Yaitu member soal tes dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa. Melaksanakan observasi, bagaimana cara pengajaran guru atau bisa dikatakan bagaimana strategi pembelajaran guru untuk melaksanakn kegiatan belajar mengajar. Selnjutnya mengadakan wawancara terbuka dengan siswa dan guru, tentang bagaimana cara guru mengajar apakah sudah baik atau belum. Dari kegiatan tersebut diatas ttugad peneliti selanjutnya menganalisia data kemudian menyimpulkannya.

E. DATA DAN SUMBER DATA
Data dalam penelitian ini diambil dari hasil wawancara, dan observasi. Dalam penelitian kualitatif data bisa berupa rekaman suara yang kemudian ditranskip dalam bahasa tulisan, hasil rapor, hasil wawancara, dokumentasi atau photo.
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah seluruh komponen pendidikan di SMP Negeri 1 Ngunut. Yang meliputi kepala sekolah, guru – guru, tenaga administrasi, siswa.

F. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA
Adapun untuk mendapatkan data peneliti menggunakan:
1. Wawancara
Wawancara adalah cara yang tepat untuk mengetahui secara langsung gambaran tentang penerapan strategi pembelajaran apakah sudah tepat atau belum. Peneliti mengadakan wawancara dengan beberapa siswa dan guru. Untuk siswa dipilih yang dapat diajak komunikasi agar alur wawancara mudah dipahami sehingga datanya valid. Dan guru dipilih yang berprestasi ini dimaksudkan bila guru berprestasi maka dia bisa mengetahui strategi pembelajaran yang baik diterapkan.

2. Observasi
Peneliti setiap hari pada waktu penelitian selalu mengadakan observasi. Ini dimaksudkan agar memperoleh data yang banyak dan valid. Untuk keperluan itu peneliti membuat lembar untuk observasi yang berisi tentang penerapan strategi pembelajaran apakah sudah tepat atau belum.

G. TEKNIK ANALISIS DATA
Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif maka data yang terkumpul dalam penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisa data kualitatif. Analisis data dalam penelitian ini secara terus-menerus selama proses dan setelah pengumpulan data. Menurut  Bogdan dan Biklen (Moleong, 2007: 248) Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain .
  Adapun langkah-langkah kegiatan analisis data adalah sebagai berikut.
1. Mereduksi data adalah kegiatan menyeleksi, memfokuskan dan  menyederhanakan semua data yang diperoleh mulai dari awal pengumpulan data sampai penyusunan laporan penelitian. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang jelas sehingga peneliti dapat menarik kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan. Hasil tes, hasil wawancara, hasil observasi dan hasil catatan lapangan dimungkinkan masih belum dapat memberikan informasi yang jelas. Untuk memperoleh informasi yang jelas dari data-data tersebut, dilakukan reduksi data. Reduksi dilakukan dengan menggunakan cara pemilihan, pemusatan perhatian, penyederhanaan dan transformasi kasar yang diperoleh dari wawancara, observasi dan catatan lapangan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Penyajian data merupakan kegiatan menyajikan hasil reduksi data secara naratif sehingga memungkinkan penarikan kesimpulan dan keputusan pengambilan tindakan. Hal ini diharapkan dapat memberikan kemungkinan penarikan simpulan dan pengambilan tindakan. Informasi yang dimaksud adalah uraian proses kegiatan pembelajaran, aktivitas siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta hasil yang diperoleh sebagai akibat dari pemberian tindakan.
3. Penarikan simpulan dilakukan berdasarkan data yang telah disajikan dan merupakan kegiatan pengungkapan akhir dari hasil penelitian. Akan tetapi hasil simpulan yang diberikan masih perlu diuji kebenarannya, kekokohannya dan kesesuaian makna-makna yang muncul dari data.

H. PENGECEKAN KEABSAHAN TEMUAN
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dalam pengecekan ini adalah kriteria derajat kepercayaan.  Pada penelitian ini, derajat kepercayaan dilakukan dengan dua teknik dari 7 teknik yang disarankan oleh Moleong, yaitu (1) ketekunan pengamatan, (2) triangulasi data.
1. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara peneliti mengadakan pengamatan secara teliti, rinci, dan terus menerus selama proses belajar mengajar, pengamatan kejadian-kejadian selama pembelajaran dan hasil belajar siswa dengan mengidentifikasi kendala-kendala selama pembelajaran dan tercatat secara sistematis.
2. Triangulasi Sumber Data
Triangulasi sumber data yaitu membandingkan hasil pengamatan dengan hasil wawancara, membandingkan hasil pengamatan teman sejawat dengan peneliti.
Triangulasi dilakukan dalam penelitian ini adalah (1) membandingkan hasil tes dengan hasil wawancara, (2) membandingkan hasil tes dengan observasi, (3) membandingkan data yang diperoleh dengan hasil konfirmasi dari SMPN 1 Ngunut dengan SMP lain sebagai sumber lain, tentang kemampuan akademik yang dimiliki oleh informan penelitian pada pokok bahasan lainnya.

Filled Under:

0 comments:

leave comment

Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.

1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Pastikan untuk klik "Berlangganan Lewat Email" untuk membangun kreatifitas blog ini
3. Jika Anda memiliki masalah cek dulu komentar, mungkin Anda akan menemukan solusi di sana.
4. Jangan Tambah Link ke tubuh komentar Anda karena saya memakai system link exchange

5. Dilarang menyebarluaskan artikel tanpa persetujuan dari saya.

Bila anda senang dengan artikel ini silahkan Join To Blog atau berlangganan geratis Artikel dari blog ini. Pergunakan fasilitas diatas untuk mempermudah anda. Bila ada masalah dalam penulisan artikel ini silahkan kontak saya melalui komentar atau share sesuai dengan artikel diatas.

Me

Post a Comment