Translate this page

Monday, June 24, 2013

KAFALAH




A.      


Pengertian Al-Kafalah

Al-kafalah berasal dari kata كفل ــُـ  (menanggung) merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Pada dasarnya akad kafalah merupakan bentuk pertanggungan yang biasa dijalankan oleh perusahaan.

B.  Landasan Syari'ah
Dasar hukum untuk akad kafalah ini dapat dilihat di dalam al-Qur'an, al-Sunnah dan kesepakatan para ulama, sebagai berikut

1.       Al-QUR’AN

Allah SWT. berfirman:  "Penyeru-penyeru itu berkata "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya."( surat Yusuf (12): 72)

2.       AS-SUNNAH

Jabir r.a. menceritakan: “Seorang laki-laki telah meninggal dunia dan kami telah memandikannya dengan bersih kemudian kami kafani, lalu kami bawa kepada Rasulullah SAW. Kami bertanya kepada beliau: "Apakah Rasulullah akan menshalatkannnya?". Rasulullah bertanya: “Apakah ia mempunyai hutang?". Kami menjuwab: "Ya, dua dinar." Rasulullah kemudian pergi dari situ. Berkatalah Abu Qatadah : "Dua dinar itu tanggung jawabku." Karenanya, Rasulullah SAW. bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menunaikan hak orang yang memberi hutang dan si mayit akan terlepas dari tanggung jawabnya." Rasulullah lalu menshalatkannya. Pada keesokan harinya beliau bertanya kepada Abu Qatadah tentang dua dinar itu dan dijelaskan, bahwa ia telah melunasinya. Rasulullah SAW. bersabda: "Sekarang kulitnya telah sejuk." (H.R. Bukhari).

Rasulullah SAW. bersabda: "Hutang itu harus ditunaikan, dan orang yang menanggung itu harus membayarnya." (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi dan dishakhihkan oleh Ibnu Hibban).



C.  IJMA’ ULAMA

Para ulama madzhab membolehkan akad kafalah ini. Orang-orang Islam pada masa Nubuwwah mempraktekkan hal ini bahkan sampai saat ini, tanpa ada sanggahan dari seorang ulama-pun. Kebolehan akad kafalah dalam Islam juga didasarkan pada kebutuhkan manusia dan sekaligus untuk menegaskan madharat bagi orang-orang yang berhutang .



a.  Rukun Dan Syarat Kafalah

Adapun rukun kafalah sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa lileratur fikih terdiri atas:

   1. Pihak penjamin/penanggung (kafil), dengan syarat baligh (dewasa), berakal sehat, berhak penuh melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya, dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
   2. Pihak yang berhutang (makful 'anhu 'ashil), dengan syarat sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin dan dikenal oleh penjamin.|
   3. Pihak yang berpiutang (makful lahu), dengan syarat diketahui identitasnya, dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa, dan berakal sehat.
   4. Obyek jaminan (makful bih), merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang (ashil), baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan, bisa dilaksanakan oleh pejamin, harus merupakan piutang mengikat (luzim) yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan, harus jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya, tidak bertentangan dengan syari'ah (diharamkan).

b. Macam-macam Orang Yang Dapat Ditanggung

Mengenai siapa orang-orang yang dapat ditanggung, para ulama fikih menyatakan, bahwa pada dasarnya setiap orang dapat menerima jaminan/tanggungan tersebut. Mereka hanya berbeda pendapat mengenai orang yang sudah wafat (mati) yang tidak meninggalkan harta warisan. Menurut pendapat Imam Malik dan Syafi'i, hal yang demikian boleh ditanggung. Alasannya adalah dengan berpedoman pada Hadis tersebut di atas tentang ketidaksediaan Nabi SAW. menshalatkan jenazah karena meninggalkan sejumlah hutang. Sedangkan Imam Hanafi menyatakan tidak boleh, dengan alasan bahwa tanggungan tersebut tidak berkaitan sama sekali dengan orang yang tidak ada. Berbeda halnya dengan orang yang pailit[1].

Jumhur fuqaha' juga berpendapat tentang bolehnya memberikan tanggungan kepada orang yang dipenjara atau orang yang sedang dalam keadaan musafir. Tetapi Imam Abu Hanifah tidak membolehkannya.


c.  Obyek Tanggungan

Mengenai obyek tanggungan, menurut sebagian besar ulama fikih, adalah harta. Hal ini didasarkan kepada Hadis Nabi SAW: “Penanggung itu menanggung kerugian.” Sehubungan dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh penanggung adalah berupa harta, maka hal ini dikategorikan menjadi tiga hal, sebagai berikut:

   1. Tanggungan dengan hutang, yaitu kewajiban membayar hutang yang menjadi tanggungan orang lain. Dalam masalah tanggungan hutang, disyaratkan bahwa hendaknya, nilai barang tersebut tetap pada waktu terjadinya transaksi tanggungan/jaminan dan bahwa barangnya diketahui, karena apabila tidak diketahui, maka dikhawatirkan akan terjadi gharar.
   2. Tanggungan dengan materi, yaitu kewajiban menyerahkan materi tertentu yang berada di tangan orang lain. Jika berbentuk bukan jaminan seperti 'ariyah (pinjaman) atau wadi 'ah (titipan), maka kafalah tidak sah.
   3. Kafalah dengan harta, yaitu jaminan yang diberikan oleh seorang penjual kepada pembeli karena adanya risiko yang mungkin timbul dari barang yang dijual- belikan.

D.  Macam-macam Kafalah[2]

1.  Kafalah bi al-mal, adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang. Bentuk kafalah ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk memberikan jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan/fee tertentu.

2. Kafalah bi an-nafs, adalah jaminan diri dari si penjamin. Dalam hal ini, bank dapat bertindak sebagai Juridical Personality  yang dapat memberikan jaminan untuk tujuan tertentu.

3.  Kafalah bi at-taslim, adalah jaminan yang diberikan untuk menjamin pengembalian barang sewaan pada saat masa sewanya berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk keperluan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan, leasing company. Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito/tabungan, dan pihak bank diperbolehkan memungut uang jasa/fee  kepada nasabah tersebut.

4.  Kafalah al-munjazah, adalah jaminan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu dan untuk tujuan/kepentingan tertentu. Dalam dunia perbankan, kafalah model ini dikenal dengan bentuk performance bond  (jaminan prestasi).

5.  Kafalah al-mu’allaqah, Bentuk kafalah ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, di mana jaminan dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan tujuan tertentu pula.

E.  Upah Atas Jasa Kafalah

Adiwarman A. Karim memberikan keterangan tentang upah atas jasa kafalah ini yang ia kemukakan dengan mengawali sebuah pertanyaan: "Bolehkah si penjamin mengambil upah atas jasanya itu?" Kemudian ia menjelaskan bahwa, ulama kontemporer, seperti Mustafa Abdullah al-Hamsyari yang mengutip pendapat Imam Syafi'i, berpandangan bahwa pemberian uang (fee) kepada orang yang ditugaskan untuk mengadukan suatu masalah kepada raja tidak dapat dianggap sebagai uang sogok (riswah), tetapi dianggap sebagai upah (ju'alah), dan hukumnya sebagai ganjaran lelah atau biaya perjalanannya. Ulama lain, Abdu al-Sai' al-Misri mengatakan, bahwa seorang penanggung/penjamin haruslah mendapatkan upah sesuai dengan pekerjaannya sebagai penjamin. Pendapat ini membuka peluang dimasukkannya pertimbangan besarnya risiko yang dipikul oleh si penjamin dalam memperhitungkan upahnya[3].


F. Akibat-akibat Hukum Kafalah

Apabila orang yang ditanggung tidak ada (pergi atau menghilang), maka kafil berkewajiban menjamin sepenuhnya. Dan ia tidak dapat keluar dari kafalah, kecuali dengan jalan memenuhi hutang yang menjadi beban 'ashil (orang yang ditanggung). Atau dengan jalan, bahwa orang memberikan pinjaman (hutang) -dalam hal ini bank- menyatakan bebas untuk kafil, atau ia mengundurkan diri dari kafalah. la berhak mengundurkan diri, karena memang itu haknya.

Adapun yang menjadi hak orang/bank (sebagai makful lahu) menfasakh akad kafalah dari pihaknya. Karena hak menfasakh ini adalah hak makful lahu. Dalam hal orang yang ditanggung melarikan diri, sedangkan ia tidak mengetahui tempatnya, maka si penanggung tidak wajib mendatangkannya, tetapi apabila ia mengetahui tempatnya, maka ia wajib mendatangkannya, dan si penanggung diberikan waktu yang cukup untuk keperluan tersebut.

G.  Penerapan Kafalah Dalam Perbankan Syariah

Sebagaimana dimaklumi, bahwa kafalah (bank garansi) adalah jaminan yang diberikan bank atas permintaan nasabah untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak lain apabila nasabah yang bersangkutan tidak memenuhi kewajibannya.
BG merupakan fasilitas non dana ( Non Funded Facility ) yang diberikan Bank berdasarkan akad Kafalah bil Ujrah. Bank akan menerbitkan BG sejumlah nilai tertentu yang dipersyaratkan oleh pihak penerima jaminan yang merupakan klien/mitra bisnis/ counter part dari Nasabah Bank untuk kepentingan transaksi / proyek tertentu yang akan dijalankan oleh Nasabah Bank.
Penggunaan dan macam Bank Garansi
-           Diberikan kepada pemborong atau kontraktor untuk mengerjakan proyek
-          Diberikan untuk menjamin pembayaran (dapat berupa Standby L/C )
Sedangkan Bank Garansi yang umum digunakan dalam rangka proyek, untuk mendukung usaha konstruksi, adalah:
  1. Bid Bond / Tender Bond atau jaminan saat mengikuti tender
  2. Advance Payment Bond atau jaminan uang muka
  3. Performance Bond atau jaminan pelaksanaan selama masa konstruksi
  4. Retention Bond atau jaminan pemeliharaan pasca konstruksi
Bank dalam pemberian garansi ini, biasanya meminta setoran jaminan sejumlah tertentu (sebagian atau seluruhnya) dari total nilai obyek yang dijaminkan. Di samping itu, bank memungut biaya sebagai ju'alah dan biaya administrasi.


#############################################################################
1. Pengertian Kafalah
Kafalah (jaminan/garansi) memiliki beberapa istilah dalam bahasa arab yg memiliki makna yg sama yaitu al-dhamanah, hamalah dan za’aamah. Menurut istilah, kafilah adalah jaminan yg diberikan oleh kafil (penanggung) kepada pihak ketiga atas kewajiban yg harus ditunaikan pihak kedua (tertanggung),atau kafalah dalam hal ini adalah suatu bentuk perbuatan menolong orang lain dengan cara menjamin seseorang yg berhutang, yang tidak mampu membayarnya dihadapan pemberi hutang, baik dengan harta atau dirinya sendiri.
Ada empat unsure kafalah yaitu al- kafil (penjamin, al-sil (yang berhutang), al-makful lahu (yang member utang, yang mendapat jaminan), dan al-makful bih (yang dipertanggungkan).

2. Dasar Hukum Kafalah
Dasar hukum untuk akad member kepercayaan ini dapat dipelajari dalam al-Qur’an pada yang mengisahkan Nabi Yusuf sebagai berikut :
a. Al-Qur’an
Allah berfirman dalam Q.S Yusuf: 72 :
Artinya : “ Penyeru-penyeru itu berseru, “kami kehilangan piala Raja, barangsiapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya”(Q.S. yusuf : 72)
b. Al-Hadits
Landasan Kafalah dipertegas dengan hadits Rasulullah :
“Telah dihadapkan kepada Rasulullah ..(mayat seorang laki-laki untuk dishalatkan). Rasulullah bertanya “apakah dia mempunyai warisan?” para sahabat menjawab “tidak” Rasulullah bertanya lagi, “apakah dia mempunyai hutang? “sahabat menjawab “ya, sejumlah tiga dinar” Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Lalu abu Qatadah berkata : “saya menjamin hutangnya ya Rasulullah” maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut, (HR. Bukhari no. 2127, kitab al-hawalah).
Disamping itu, hadits Rasulullah yang menjadi dasar hukum kafalah adalah “Pinjaman hendaklah dikembalikan dan yang menjamin hendaklah membayar.” (HR. Abu Dawud). Kafalah ini bermanfaat bagi orang yang memiliki kewajiban tetapi tidak sanggup atau ada factor-faktor yang membuatnya tidak dapat memenuhi kewajibannya itu maka dapat diambil alih oleh orang lain untuk menjaminnya.
 3. Rukun dan Syarat Kafalah
Menurut madzhab Hanafi bahwa rukun kafalah ada satu yaitu ijab dan qabul. Sedangkan menurut para ulama lainnya, bahwa rukun dan syarat al-kafalah adalah sebagai berikut:
a) Dhamin, kafil atau Zai’im, yaitu orang yg menjamin, dimana ia disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan harta (mahjur) dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
b) Makful lahu atau disebut juga dengan madmun lah, yaitu orang yang berpiutang atau orang yang memberi utang, syaratnya orang yang berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin.
c) Makful ‘anhu atau disebut juga dengan madmun’anhu adalah orang yang berutang.
d) Makful bih atau madmun bih adalah utang, barang atau orang, disyaratkan pada makful bih dapat diketahui dan tetap keadaanya, baik sudah tetap atau akan tetap.
e) Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu atau tidak sementara.
4. Jenis-Jenis Kafalah
Secara umum Kafalah dibagi menjadi dua bagian, yaitu Kafalah dengan jiwa dan kafalah dengan harta. Kafalah dengan jiwa dikenal pula dengan kafalah bil wajhi, yaitu adanya kesediaan pihak penjamin (al-kafil) untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (Makful-lah) atau sebagian ulama al-sil. Sebagian ulama membenarkan adanya kafalah jiwa (kafalah bil wajh), dengan alas an bahwa Rasulullah SAW pernah menjamin urusan tuduhan. Namun menurut Ibnu Hazm, hadits yang menceritakan tentang penjamin Rasulullah SAW pada masa tuduhan bathil, karena hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibrahim bin Khaitsam bin Arrak, dia adalah dha’if dan tidak boleh diambil periwayatannya.
Kafalah yang kedua adalah kafalah harta, yaitu kewajiban yang mesti yang ditunaikan oleh dhamin atau kafil dengan pembayaran (pemenuhan) berupa harta. Kafalah harta ada 3 macam.
a)      Kafalah bi al dayn, yaitu kewajiban membayar utang yang menjadi beban orang lain. Dalam hadits salamah bin akwa disebutkan bahwa Nabi Saw tidak mau menshalatkan jenazah yang mempunyai kewajiban hutang. Dalam kafalah utang disyaratkan sebagai berikut :
  1. Utang tersebut bersifat mengikat/ tetap (mustaqir) pada waktu terjadinya transaksi jaminan, seperti utang qiradh, upah dan mahar. Sementara abu Hanifah, malik bin abu Yusuf berpendapat boleh menjamin suatu utang yang belum mengikat (ghairu mustaqir).
  2. Hendaklah barang yang dijamin diketahhui. Menurut madzhab syafi’I dan Ibnu Hazm, seseorang tidak sah menjamin barang yang tidak diketahui, sebab perbuatan tersebut adalah gharar, sementara Abu Hanifah, Malik dan Ahmad berpendapat bahwa seseorang boleh menjamin sesuatu yang tidak diketahui.
b)      Kafalah dengan penyerahan bend, yaitu kewajiban menyerahkan benda-benda tertentu yang ada ditangan orang lain, seperti mengembalikan barang yang dighasah dan menyerahkan barang jualan kepada pembeli. Dalam hal ini disyaratkan materi yang dijamin tersebut adalah untuk ashil seperti dalam kasus ghasah. Namun bila bukan berbentuk jaminan, maka kafalah batal.
c)       Kafalah dengan aib, maksudnya adalah jaminan bahwa jika barang yang dijual ternyata mengandung cacat, karena waktu yg terlalu lama atauhal-hal lainnya, maka penjamin (pembawa barang) bersedia memberi jaminan kepada penjual untuk memenuhi kepentingan pembeli (mengganti barang yang cacat tersebut).
5.  Jenis Kafalah dalam praktik perbankan
a. Kafalah bin Nafs
Jenis kafalah ini merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personel guarantee). Sebagai contoh dalam praktik perbankan untuk kafalah ini yaitu seorang nasabah yang mendapat pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apapaun tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan.
b. Kafalah bil Maal
Kafalah ini merrupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasasn utang.
c. Kafalah Bit taslim
Jenis kafalah ini biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir.Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan penyewwaan (leasing company). Jaminan pembayaran bagi bagi bank dapat berupa deposito/tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa/fee kepada nasabah itu.
d. Kafalah al Munazah
Kafalah al Munzah ini adalah jaminan mutlak yang tidk dibatasi oleh jangka dan untuk kepentingan/tujuan tertentu..
Salah satu bentuk kafalah al munazah adalah pemberian jaminan dalam bentuk performance Bonds (jaminan prestasi), suatu hal yg lazim dikalangan perbankan dan hal ini sesuai dengan bentuk akad ini.
e. Kafalah al Muallaqah
Bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al munazah, baik oleh industry perbankan maupun asuransi.

Sumber :
- Ensiklopedia Islam
- Bank Syariah bagi Bankir & Praktisi Keuangan. M. Syafi’I Antonio. Hal. 191





Filled Under:

0 comments:

leave comment

Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.

1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Pastikan untuk klik "Berlangganan Lewat Email" untuk membangun kreatifitas blog ini
3. Jika Anda memiliki masalah cek dulu komentar, mungkin Anda akan menemukan solusi di sana.
4. Jangan Tambah Link ke tubuh komentar Anda karena saya memakai system link exchange

5. Dilarang menyebarluaskan artikel tanpa persetujuan dari saya.

Bila anda senang dengan artikel ini silahkan Join To Blog atau berlangganan geratis Artikel dari blog ini. Pergunakan fasilitas diatas untuk mempermudah anda. Bila ada masalah dalam penulisan artikel ini silahkan kontak saya melalui komentar atau share sesuai dengan artikel diatas.

Me

Post a Comment